KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“KAHASANAH KEBUDAYAAN SUKU BADUY”, makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata pelajaran Produktif.
Makalah disusun berdasarkan hasil observasi yang
diharapkan berguna untuk mengembangkan kreatif, daya pikir dan untuk menambah
pengetahuan tentang kebudayaan.
Segala petunjuk, arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang
penulis terima dalam menyusun maklah ini sangatlah besar artinya. Untuk itu,
dalam kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.....................................................................................
i
DAFTAR
ISI
...........................................................................................
...... ii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1
Latara Belakang
............................................................................. 1
1.2
Suku
Baduy....................................................................................
1
1.3
Pembagian
Kelompok..................................................................... 1
1. 3.1
Kelompok tangtu (baduy
dalam)................................................ 2
1. 3.2
Kelompok Masyarakat panamping (baduy
luar)......................... 2
1. 3.3
Kelompok Baduy Dangka
.......................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mata
Penceharian............................................................................
3
2.2 Hukum di dalam Masyarakat
Baduy.............................................. 4
2.3 Segi Berpakaian..............................................................................
4
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.....................................................................................
6
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
7
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
1.2
Suku Baduy
Provinsi
Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi
yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten
Lebak. Perkampungan masyarakat baduy pada umumnya terletak pada daerah
Baduy
atau biasa disebut juga dengan masyarakat kanekes adalah nama sebuah kelompok
masyarakat adat Sunda di Banten. Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa Barat,
desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan adalah DESA Ciboleger (jawa
barat). Dari desa ini kita baru bisa memasuki wilayah suku baduy luar. Tetapi
sebelum kita masuk kewilayah suku baduy kita harus melapor dulu dengan pimpinan
adatnya yang di sebut Jaro.
1.3 Pembagian Kelompok
Masyarakat
Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan
dangka.
1.3.1 Kelompok tangtu (baduy dalam).
suku
Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk
kebudayaan luar.selain itu orang baduy dalam merupakan yang paling patuh kepada
seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala
Adat). Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan
Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami
dan biru tua serta memakai ikat kepala putih dan golok. Pakaian mereka tidak
berkerah dan berkancing, mereka juga tidak beralas kaki. Meraka pergi
kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang.
mereka tidak mengenal sekolah, huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara
dan bahasanya Sunda. Mereka tidak boleh mempergunakan peralatan atau sarana
dari luar. Jadi bisa di bayangkan mereka hidup tanpa menggunakan listrik, uang,
dan mereka tidak mengenal sekolahan. Salah satu contoh sarana yang mereka buat
tanpa bantuan dari peralatan luar adalah Jembatan Bambu. Mereka membuat sebuah
Jembatan tanpa menggunakan paku, untuk mengikat batang bambu mereka menggunakan
ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan digunakan pohon-pohon besar yang
tumbuh di tepi sungai.
1.3.2 Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar),
mereka
tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang
mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan
pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak
berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal kebudayaan
luar, seperti bersekolah.
1.3.3 Kelompok Baduy Dangka,
mereka
tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang
tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung
Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Mata Penceharian
Mata
pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah bercocok tanam padi huma
dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu, mengolah
gula aren, tenun dan sebagian kecil telah mengenal berdagang.
Kepercayaan
yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda Wiwitan.didalam baduy dalam, Ada
semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid
tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di
langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku
Baduy sendiri.
Inti
dari kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat
mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes. Isi terpenting
dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa perubahan
apapun”, atau perubahan sesedikit mungkin:
“Lojor
heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung”
(Panjang
tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
suku
Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai pemimpinnya
yang disebut Puun berjumlah tiga orang. Pelaksanaan pemerintahan adat kepuunan
dilaksanakan oleh jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro memiliki
fungsi dan tugasnya masing-masing. Yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro
tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan
hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka
bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di
dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah
dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro
duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara
adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan
pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot
lembur atau tetua kampong
2.2
Hukum di didalam Masyarakat Baduy
Hukuman
disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas pelanggaran berat
dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya dalam bentuk pemanggilan
sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan. Yang termasuk ke
dalam jenis pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua
atau lebih warga Baduy.
Hukuman
Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku
pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan
diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum juga akan
dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama
40 hari. Selain itu, jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya
masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar
di hadapan para Pu’un dan Jaro. Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam
menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy.
Menariknya,
yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada seseorang warga yang sampai
mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan berpakaian
ala orang kota.
Banyak
larangan yang diatur dalam hukum adat Baduy, di antaranya tidak boleh
bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki empat, tak dibenarkan bepergian
dengan naik kendaraan, dilarang memanfaatkan alat eletronik, alat rumah tangga
mewah dan beristri lebih dari satu.
2.3
Segi Berpakaian
Dari
segi berpakain, didalam suku baduy terdapat berbedaan dalam berbusana yang
didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja, yaitu Baduy
Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para pria memakai baju lengan panjang
yang disebut jamang sangsang, Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai
kancing dan tidak memakai kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah
serba putih.
Untuk
bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru kehitaman, yang hanya
dililitkan pada bagian pinggang. Serta pada bagian kepala suku baduy
menggunakan ikat kepala berwarna putih. bagi suku Baduy Luar, busana yang
mereka pakai adalah baju kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna
biru tua dengan corak batik. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana
Baduy Luar, menunjukan bahwa kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya
luar. Sedangkan, untuk busana yang dipakai di kalangan wanita Baduy dalam
maupun Baduy Luar tidak terlalu menampakkan perbedaan yang mencolok. Mereka
mengenakan busana semacam sarung warna biru kehitam-hitaman dari tumit sampai
dada. Bagi wanita yang sudah menikah, biasanya membiarkan dadanya terbuka
secara bebas, sedangkan bagi para gadis buah dadanya harus tertutup.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Orang
Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk
menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.
Di
dalam proses pernikahan suku baduy pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan
dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi
kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.